Langsung ke konten utama

Review Film “212 The Power of Love”

Review Film “212 The Power of Love” 

Sumber Foto: Google.com

Judul : 212 The Power of Love 
Tahun : Mei 2018 
Produser : Helvy Tiana Rosa, Jastis Arimba 
Sutradara : Jastis Arimba 
Penulis Naskah : Ali Eunoia, Jastis Arimba 
Produksi : Warna Pictures 
Genre : Drama 
Cast : Fauzi Baadila, Humaidi Abas, Adhin Abdul Hakim, Hamas Syahid, Meyda Sefira, Asma Nadia, Roni Dozer 
Durasi : 110 Menit 

Film ini menceritakan tentang Rahmat, jurnalis andalan Majalah Republik yang menulis dengan ideologi dan prinsip hidupnya. Tak disangka, mahasiswa lulusan terbaik Harvard jurusan Jurnalistik adalah anak dari Ki Zainal. Tokoh agama yang ada di Ciamis, Jawa Barat. Saat mewawancarai salah satu pejabat, Rahmat mendapat kabar duka dari sahabat kecilnya di Ciamis, yaitu Yasna yang tak lain adalah perempuan yang ia kagumi. Yasna memberi kabar bahwa Uminya Rahmat meninggal dunia. 10 tahun lamanya Rahmat tidak pulang ke rumah dan tiba-tiba mendapat kabar duka. Ia langsung ke Ciamis ditemani temannya Adhin, fotografer Majalah Republik yang saat itu memang sedang bertugas peliputan bersamanya. 

Foto tiket nonton Film 212 The Power of Love d XXI Sumedang pada hari Sabtu, 12 Mei 2018 pukul 16.45 WIB.

Ketidak harmonisan Rahmat dengan Ki Zainal merupakan salah satu pemicu ia tak pulang ke Rumah. Di menit-menit terakhir, Rahmat mengungkapkan pada Abahnya, bahwa ia merasa di penjara saat dimasukan ke Pasantren. Padahal, Abahnya saat itu sengaja ingin mendidik Rahmat menjadi anak yang lebih baik lagi. Karena saat umur 11 tahun, Rahmat pernah sengaja menyalakan petasan dan kembang api di dalam Masjid. Bahkan saat umur 16 tahun, mengemudi mobil tanpa seijin orang tua dan akhirnya berakhir kecelakaan yang menewaskan 2 adiknya.

Namun Rahmat melihat keadaan Abahnya hanya hidup sebatang kara sejak ditinggalkan Uminya. Hubungan yang tidak harmonis itu, tak menutup rasa sayang Rahmat pada Abahnya dengan gayanya yang angkuh. Terlebih lagi, rasa khawatir Rahmat saat mengetahui Ki Zainal akan ikut longmarch Aksi Damai Bela Islam 212 ke Jakarta. Rahmat memprediksi bahwa aksi tersebut akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu sehingga ia berusaha mencari cara untuk menggagalkan aksi tersebut khusunya keikutsertaan Abahnya. 

Watak Rahmat yang idealis dan memiliki ideologi sendiri akhirnya terenyuh saat menyaksikan aksi tersebut. Rahmat adalah manusia yang memiliki prinsip untuk bebas dan mencari ilmu pengetahuan seluas-luasnya. Ia kerap beropini dalam Majalah Republika yang melihat adanya kepentingan mengatasnamakan agama. Rahmat memang berhak beropini bahwa ada yang menunggangi peristiwa tersebut, dalam sisi beropini itu sah-sah saja. Tapi sebagai seorang Jurnalis, Rahmat hanya melihat pada satu sisi. Tidak pada semua sudut. Maka hanya timbul suudzon dan keberpihakan. 

Demi menjaga Abahnya, Rahmat ikut longmarch beserta peserta aksi dari Ciamis, Tasikmalaya lalu singgah di Bandung sampai tiba dan bergabung bersama seluruh peserta aksi di Monas Jakarta. Meski ia tetap kekeuh dengan pendiriannya bahkan sepanjang jalan tak mau melaksanakan sholat, hatinya terenyuh saat Abahnya naik ke atas podium dan menyatakan bahwa aksi ini adalah aksi damai yang sama sekali tidak membenci kaum non muslim. 

Film ini memberi banyak nasihat dalam menjalankan kehidupan. Memberi pengetahuan dari berbagai sudut. Pelajaran tentang agama, kemanusiaan, politik dan suara hati jurnalistik. Meski para pemain masih terbilang tidak setenar aktor/artis di Indonesia yang lainnya, namun sama sekali tidak mengurangi esensi dari film ini. Pengambilan gambar dan sound efeknya bagus dan tertata apik. Tidak seperti ada yang dibuat-buat atau unsur kesengajaan. 

Meski berada pada sudut pandang pro pada Muslim, bukan berarti film ini hanya diperuntukkan untuk umat Islam saja. Karena film ini mempertegas kembali latar belakang dari terjadinya aksi 212. Ditambah juga bagaimana harmonisnya Ki Zainal dengan tukang bakso langganannya yang merupakan non muslim. Lalu diceritakan pula, Rara teman kerja Rahmat dan Adhin. Rara adalah reporter Majalah Republika yang ditugaskan meliput aksi 212, namun usai melihat langsung aksi tersebut, Rara membuka mata dan hatinya bahwa memang Islam adalah agam yang mencintai kedamaian. 

Film ini patut dan cocok ditonton oleh semua kalangan. Semua penonton dapat memposisikan dirinya sendiri pada film tersebut. Karena sejatinya segala sesuatu berawal dan timbul dari bagaimana kita memandang sesuatu. Saya menarik beberapa kesimpulan yang dapat dijadikan sebagai nasihat dalam hidup. Kasus penistaan agama bukan menjadikan kita men-judge semua orang yang non-Muslim itu tidak baik, lalu jangan memperolok dan menuduh seseorang kafir hanya karena ia tak paham Islam itu bagaimana. Seharusnya sebagai sesama muslim, harus saling mengingatkan dan membantu serta mengarahkan agar mengetahui batapa indahnya Islam. Jika seseorang memang muslim yang memang benar muslim sejati, pasti ia mencintai kedamaian. Jika kamu tidak mau/mampu untuk berdakwah menyebarkan ajaran Allah, ajaran kebaikan, ajaran Islam, maka menulislah dengan kebenaran. Jadilah jurnalis yang memiliki hati nurani. 

Siska Fajar Kusuma
www.siskakusuma.blogspot.com
www.persmaunsil.com
Instagram : @siskafajarkusuma @alfaart_ @fajarrany





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Info Kuliner Tasikmalaya: Tutug Oncom (TO) Benhil Rajanya TO Tasikmalaya

Nasi TO Benhil Tasikmalaya di Jalan Dadaha dengan harga Rp. 7.000,- dengan 2 gorengan. (20 Oktober 2017. Sumber Foto: FajKus) Tutug Oncom atau yang lebih dikenal TO menjadi ciri khas kuliner sunda. Bagi kalian pecinta kuliner sunda, pasti sudah tidak asing lagi dengan TO. Di kota Santri Tasikmalaya, dapat dengan mudah menemukan warung nasi TO. Berbagai sajian dengan citra rasa yang berbeda-beda pada setiap warung nasi TO di Tasikmalaya. TO menjadi salah satu pilihan santapan sarapan, makan siang bahkan makan malam. Selain harganya yang bersahabat, campuran nasi dengan oncom menjadi salah satu alternative apabila merasa bosan mengkonsumsi nasi putih. Tak lengkap jika nasi TO tidak dipadukan dengan sambal. Setiap warung nasi TO, memiliki khas dari sambalnya. Ada yang memakai sambal terasi, sambal ijo sampai sambal tomat. Gorengan juga menjadi salah satu pelengkap menyantap TO, tentunya dengan gorengan (bala-bala, gehu, tempe terigu) yang masih hangat. Persaingan usaha n

Review Singkat: Kuliah di Jurusan Manajemen Universitas Siliwangi

Hai selamat pagi/siang/sore untuk semua pembaca dimanapun kalian berada. Kali ini siska mau berbagi cerita atau lebih tepatnya infromasi tentang kuliah di Jurusan Manajemen Universitas Siliwangi. Sekadar pengenalan dulu ya, saya Siska mahasiswa jurusan Manajemen Universitas Siliwangi semester 8 (tingkat akhir yang sedang berjuang dengan skripsi) yang punya hobi nulis. So daripada blog pribadi ini hanya berisi puisi-puisi receh dan so puitis wkwk lebih baik dimanfaatkan dengan konten yang lebih berfaedah.  Sebelumnya gak pernah sedikiptun terpikir buat mengaktifkan kembali blog ini. Niat awal pas buat blog ini, murni cuma buat iseng-iseng aja yang berakhir dengan puisi-puisi galau dan beberap konten lainnya. Blog ini sempat ramai dan aktif pada masanya saja wkwk. Dan pas mulai mau masuk kuliah, blog ini tidak terawat karena konsen ngurus website pers kampus. Jadi ya begitulah wkwk.  Review singkat ini sebenarnya berawal dari tulisanku di intipjurusan atau bisa dicek di link h

Puisi: Sekarat

Aku kembali tak berbentuk Saat keadaan meminta kupeluk Aku kembali terpuruk Saat kebahagiaan enggan masuk Siang seperti malam Malam seperti siang Hanya gelap yang menyelimuti Hanya sepi teman sejati Atas album lalu yang selalu dibuka, tanpa menghiraukan aku di depan mata Atas pandangan yang selalu mengadah ke langit, tanpa mau menapaki bumi Atas segala egoisitas, tanpa mau memahami perasaan orang lain Atas segala intonasi keras, tanpa peduli ada sayatan pada selaput hati orang lain Aku dan kamu seolah selamat Padahal aku sedang sekarat Aku (tidak) baik-baik saja Tapi aku harus baik-baik saja. Tasikmalaya, 20 September 2018 -Gadis Pendosa Ulung