Langsung ke konten utama

Tanpa Judul Part II

"Aku sayang kamu, tapi aku tak ingin bersedih. Entah mungkin aku yang terlalu perasa, atau memang kamu yang membuat aku sedih."

Samar-samar suaranya terdengar mendayu dihempas angin malam. Hanya ada mereka berdua di kolong langit malam yang indah itu. Bulan yang teramat suci, menyadarkan ia yang sedang bersedih. Entah bermulai darimana, namun yang ia rasakan tak pernah ada kedamaian pada dirinya. Selalu saja sesak yang dirasa. Meski senyum lebar menghiasi bibirnya.

Kini ia tersadar bahwa semua ini memang hanya titipan Tuhan. Orang-orang yang ia miliki dan cintai, harta, tahta, ilmu dan kebahagiaan adalah titipan-Nya. Ia hanya perlu untuk menjaga dan merawatnya. Agar tidak lepas. Namun memang tanpa diundang, yang datang akan datang, dan yang hilang akan tetap menghilang. Tak ada yang mampu memaksakannya.

Tak ada yang tahu kedepannya seperti apa. Entah itu satu tahun ke depan, bulan depan, besok, jam ataupun sedetik kemudian. Ia hanya mampu tersenyum pada langit. Pada semesta yang kembali mengoyak-ngoyak seisi hatinya. Ia terlalu lemah untuk dikotak-koyak lagi. Karena sebentar lagi, ia harus pergi menjauh untuk kembali berpetualan melawan semesta.

Yang ia tahu untuk saat ini adalah membuktikan pada semesta. Bahwa ia memang kuat dan tak perlu berteriak sekencang-kencang untuk memberitahu seisi bumi bahwa ia memang sangat kuat. Ia bukanlah si cantik dambaan pria. Bukan pula si anak Sholehah dambaaan orang tuanya. Bukan pendengar yang baik untuk teman-temannya. Ia juga bukan si pintar yang dengan mudah menangkap pelajaran yang diterangkan dosen. Bukan juga si mulus, si pandai merawat diri ataupun rengrengan lainnya yang sebanding dengan teman sebayanya. Ia adalah ia. Ia dengan caranya sendiri. Si malas merawat diri yang selalu ke kampus dengan sandal japit. Si pemberontak Fakultasnya. Si tukang cari masalah di Kampus. Entah setelah lulus nanti akan menjad apa. Yang ia tahu, ia tak ingin berhenti mencari dan memberi ilmu kepada siapapun.

Terkait keinginannya untuk mengabdi pada negeri, itu tetap menjadi tujuannya. Entah dalam bentuk apa sepertinya, menjadi tenaga pengajar atau memang harus terbang ke pelosok Negara. Baginya tak apa, setidaknya ia memiliki mimpi untuk mengurangi anak bangsa yang sebodoh dia dalam menghadapi hidup. Ia yang begitu tolol dalam melangkah, sehingga entah seperti apa masa depannya. Kata temannya, Allah sudah menggoreskan takdir untuknya. Dan sekarang ia ingin menjemput takdir itu dengan caranya sendiri. Ia sudah pasrah di hadapan-Mu Tuhan. Tunjukan arah menuju pelangi itu. Ia hanya meminta untuk dihilangkan rasa ketakutannya pada kesindirian.

Esok dan seterusnya ia harus membuktikan kepada semesta bahwa ia itu kuat dan cantik dengan caranya sendiri.

Hidup ini tak seindah film layar lebar/sinetron/ftv yang happy ending. Di mana akan ada pangeran yang menjemputnya untuk menuju pelangi. Ia harus berlari mengejar janji Tuhan dan mengisi waktu luang untuk menunggu kematian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Singkat: Kuliah di Jurusan Manajemen Universitas Siliwangi

Hai selamat pagi/siang/sore untuk semua pembaca dimanapun kalian berada. Kali ini siska mau berbagi cerita atau lebih tepatnya infromasi tentang kuliah di Jurusan Manajemen Universitas Siliwangi. Sekadar pengenalan dulu ya, saya Siska mahasiswa jurusan Manajemen Universitas Siliwangi semester 8 (tingkat akhir yang sedang berjuang dengan skripsi) yang punya hobi nulis. So daripada blog pribadi ini hanya berisi puisi-puisi receh dan so puitis wkwk lebih baik dimanfaatkan dengan konten yang lebih berfaedah.  Sebelumnya gak pernah sedikiptun terpikir buat mengaktifkan kembali blog ini. Niat awal pas buat blog ini, murni cuma buat iseng-iseng aja yang berakhir dengan puisi-puisi galau dan beberap konten lainnya. Blog ini sempat ramai dan aktif pada masanya saja wkwk. Dan pas mulai mau masuk kuliah, blog ini tidak terawat karena konsen ngurus website pers kampus. Jadi ya begitulah wkwk.  Review singkat ini sebenarnya berawal dari tulisanku di intipjurusan atau bisa dicek di link h

Info Kuliner Tasikmalaya: Tutug Oncom (TO) Benhil Rajanya TO Tasikmalaya

Nasi TO Benhil Tasikmalaya di Jalan Dadaha dengan harga Rp. 7.000,- dengan 2 gorengan. (20 Oktober 2017. Sumber Foto: FajKus) Tutug Oncom atau yang lebih dikenal TO menjadi ciri khas kuliner sunda. Bagi kalian pecinta kuliner sunda, pasti sudah tidak asing lagi dengan TO. Di kota Santri Tasikmalaya, dapat dengan mudah menemukan warung nasi TO. Berbagai sajian dengan citra rasa yang berbeda-beda pada setiap warung nasi TO di Tasikmalaya. TO menjadi salah satu pilihan santapan sarapan, makan siang bahkan makan malam. Selain harganya yang bersahabat, campuran nasi dengan oncom menjadi salah satu alternative apabila merasa bosan mengkonsumsi nasi putih. Tak lengkap jika nasi TO tidak dipadukan dengan sambal. Setiap warung nasi TO, memiliki khas dari sambalnya. Ada yang memakai sambal terasi, sambal ijo sampai sambal tomat. Gorengan juga menjadi salah satu pelengkap menyantap TO, tentunya dengan gorengan (bala-bala, gehu, tempe terigu) yang masih hangat. Persaingan usaha n

Tanpa Judul

Apakah salah jika aku hanya ingin berdialog denganmu? Sekejap memandang makna matamu. Bersandar dibahumu yang kokoh dan tak pernah rapuh. Kini, aku rapuh dan meredup. Aku bersinar namun kembali diredupkan. Aku terlalu naif untuk memohon padamu. Engkau yang selalu hidup dalam setiap karyaku. Tak ada yang berubah dari awal hingga saat ini. Namun waktu menuntut diriku untuk menjauh. Karena apa? Noda cinta yang tertoreh tak terobati lagi. Mungkin ini yang dinamakan ketulusan. Tuhan menganugerahkan ketulusan pada cintaku. Kau tahu, seburuk apapun kamu, air laut tetaplah asin. Namun sampah telah merubah rasa air asin. Namun kaki sejenak menoleh, tak pernah nampak ketulusan pada dirimu. Aku tak sedikitpun menemukan ketulusan dalam setiap tatapan matamu. Ini bukan perkara yang mudah. Ini teramat sulit, melebihi soal-soal SBMPTN yang sedang ditakuti banyak pihak. Aku ingin terus memelukmu dan mendengar keluh kesahmu. Namun kini keadaan tak memungkinkan hal itu terjadi. Lebih baik kule