Langsung ke konten utama

Cerpen: Antara Cinta Retha dan Bayu

CERPEN : Antara Cinta Retha dan Bayu

Seperti biasa, sepulang kuliah, aku langsung besiap-siap untuk pergi  menuju tempat kerjaku. Inilah kegiatanku sehari-hari. Menjadi seorang penyiar radio, ya lumayanlah buat nambah-nambah penghasilan Ibu yang merupakan tukang jahit di rumah. Aku hanya bisa menerima kenyataan ini, hidup bersama Ibu tukang jahit dan adik angkat perempuanku yang masih kelas satu SMP, serta tanpa hadirnya seorang Ayah. Ibu tidak pernah menceritakan tentang Ayah, aku tak berani menanyakan tentang Ayah pada Ibu. Ibu hanya bilang Ayah sudah tidak ada dan Beliau bernama  Bambang. Entahlah parasnya seperti apa, namun aku yakin Ayah adalah sosok yang sangat berbudi luhur! Ya! Aku sangat yakin itu!
Kadang aku marah pada Tuhan, mengapa aku tidak boleh bertemu dengan Ayahku. Namun setelah kedatangan Adik angkatku, semuanya berubah. Aku menganggap Sarah adalah adik kandungku. Percaya atau tidak, Sarah itu anak majikan Ibuku, sewaktu Ibu bekerja menjadi pembantu. Namun suatu hari, kedua orang tua Sarah mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. Sebagai anak tunggal seharusnya Sarah mendapatkan warisan dari kedua orang tuanya itu. Tapi entah mengapa, Om dan Tante Sarah mengambil semuanya dan mengusir Sarah dari rumahnya. Akhirnya, Sarah tinggal di rumahku karena dia sudah sangat dekat dengan Ibu. Dan Ibu sudah berjanji akan membalas kebaikan-kebaikan orang tua Sarah. Aku sih nerima-nerima aja sewaktu Ibu meminta izin untuk mengangkat Sarah menjadi anak Ibu. Dia sangat baik dan dia juga sangat menyayangiku. Begitupun aku sangat menyayanginya.
Akupun sampai di parkiran tempat kerjaku. Ku parkirkan motorku yang masih kreditan ini. Entahlah, apa aku sanggup untuk melunasi motorku ini.
Akupun langsung masuk dan berjalan menuju tempat siaran. Waktu menunjukan pukul 3 lebih 45 menit. Sebentar lagi aku harus siap-siap siaran. Sekitar jam 4, akupun mulai siaran.
Ku sapa semua orang-orang yang setia mendengarkan siaranku. Walaupun gajih jadi penyiar radio tidak seberapa, tapi lumayanlah untuk menambah keperluan-keperluanku kuliah. Aku senang-senang saja menjadi penyiar. Setidaknya banyak yang mengagumi suaraku, katanya sih suaraku serak-serak becek gituh hha. Tapi entahlah kalau mereka melihat muka asliku yang standar-standar saja. Mungkin para cewek akan menolak hha. Tapi walaupun muka ku standar, aku udah punya cewek.  Dia memang tidak cantik sih, tapi aku kagum pada dia, karena dia yang menyatakan cintanya padaku. Awalnya aku beranggapan dia cewek bodoh, tapi di pikir-pikir dia cewek pemberani. Dia junior dikampusku, ya maksudku beda satu angkatan denganku. Namanya Fitri. Dia orangnya pemberani, perhatian, sabar tapi dia orangnya pemalas. Kadang-kadang dia suka bolos kuliah. Walaupun aku sering menasehatinya, namun sepertinya nasehatku hanya masuk ke telinga kirinya dan keluar dari telinga kanannya.
Kami baru berhubungan selama 5 bulan, namun dia pernah nekad datang ke rumah dan bertemu dengan Ibu. Ibu tidak memberikan kode apa-apa, Ibu hanya pikir aku main-main saja berhubungan dengan dia. Dia enggk putik, enggk cantik juga sih, ya tapi aku juga harus nyadar, kalau akupun mukanya standar-standar saja hha. Dia suka cemburu kalau ada pendengar setiaku datang ke tempat kerjaku. Ya, mungkin itu cinta. Pendengar setiaku kadang-kadang datang dan membawa hadiah kecil padaku. Ya aku sih nerima-nerima aja supaya mereka setia mendengar siaranku. Dan aku mencoba akrab dengan mereka semua. Setidaknya banyak sekali yang antri nelfon siaranku buat curhat, request lagu maupun hanya salam-salam.
Sebelum 10 menit adzan maghrib, akupun menutup siaranku.
“Okey semua pendengar radio Citra, tak terasa sebentar lagi adzan maghrib tiba. Saya Bayu pamit undur diri. Sampai bertemu besok, dan jangan lupa ya yang ngerasa Islam siap-siap Sholat maghrib! Okey sobat, ini lagu terakhir request dari Neng Ajeng di panjunan dengan lagu Butiran debu Rumor. Hatur nuhun kasadayana, assalamualakum Sobat Citra!”
Akhirnya selesai juga. Akupun langsung bersiap-siap untuk sholat maghrib di masjid. Tapi tiba-tiba salah satu rekanku memanggilku.
“Bay, kesini dulu bentar!” Pinta Andi padaku.
Akupun langsung menghampirinya, dan berdiri di sebelahnya.
“Ada apa? Gua mau sholat nih!” Jawabku singkat.
“Ini gua Cuma mau ngenalin temen kecil gue, namanya Arretha.” Sahut Andi sambil menunjuk seorang cewek manis yang sedang duduk di sofa.
Cewek itu lalu bangun dari tempat duduknya dan beranjak mendekat kami berdua. Dia lalu mengulurkan tangan kanannya, tanda perkenalan.
Ku jamah tangan gadis itu yang sangat hangat dan lembut sekali. Jemarikupun bersentuhan dengan jemarinya.
“Hay, Aku Retha.” Katanya singkat sambil menyunggingkan senyum manis kepadaku.
“Aku Bayu. Salam kenal Retha!” Jawabku sambil membalas senyumannya.
Kami berduapun melapaskan jemari-jemari tangan ini yang sebenarnya tidak mau lepas.
“Retha ini temen SMP gua Bay! Dia baik loh, tapi cerewet dan ngeselin sih kadang-kadang hha.” Canda Andi singkat.
“Apaan sih Di? Jangan di denger Bay, Andi mah fitnah terus huh.” Ketus Retha dengan logat sundanya yang khas namun tidak mencolok.
“Hahaha, kalian berdua pacaran ya?” Ledekku singkat.
“Enak aja, aku masih single Bay. Kalau Andikan udah punya cewek. Lagian aku ogah pacaran sama si Andi.” Sahut Retha sambil memasangkan wajah yang sangat ceria sekali.
Waw, dia single. Kata-kata itu terngiang di fikiranku secara terus-terusan. Ya, Andi memang sudah punya cewek, dia pernah memperkenalkan aku pada ceweknya itu.
“Gua juga ogah tha pacaran sama lo!” Cibir Andi pada Retha.
“Daripada ribut, gimana kita sholah yu! Ayo Di, Re, kita sholat di mushola!” Ajakku pada mereka berdua.
Re? Entah kenapa mulut ini lebih enak memanggil dengan sebutan Re pada gadis manis itu.
“Bayu sama Andi duluan aja ya! Aku mau ambil mukena di tas!” Terang Retha sambil berjalan meningalkan tempat istirahat para penyiar.
“Bro, lu naksir Retha ya?” Tanya Andi dengan logat orang Jakartanya hha.
“Apa sih lo! Jangan berisik! Gak enak kalau Retha denger!” Jawabku ketus pada Andi.
“Alah gua bisa baca tuh pikiran lo, dia jomblo loh! Gua dukung kalau lo mau deketin dia!                Gua bantuin deh! Tapi inget, lo kan punya cewek Bay!” Sahut Andi sambil menepuk pundakku.
Astagfirulloh, aku sampai lupa kalau aku sudah punya cewek. Huh, nafsu telah membutakanku. Kecantikan, manisnya dia, suara lembutnya, dan senyumannya mampu menghapus memori tentang pacarku. Rasanya bodoh bila perasaan ini datang menghampiriku. Mungkin aku hanya mengagumi dia.
“Apaan sih lo Di? Gue kan setia sama Fitri! Sorry deh, cewek kaya gituh lewat!” Ledekku pada Andi.
“Idih, temen gua itu jauh lebih cantik daripada cewek lo itu! Cewek lo itu item Bay! Dandanannya itu keliatan kepaksa! Dari mulai cara berpakaiannya Bay! Kaya bukan anak baik-baik! Gue Cuma ngingetin!” Terang Andi sambil terus memegang pundaku.
Aku setuju dengan perkataan Andi.  gayanya serasa terpaksa kalau dilihat. Tapi aku yakin bisa merubah gaya dandanannya itu. Dan rasanya aku tak terima Sarah di hina oleh Andi.
“Gak usah ngehina cewek guelah Di!” Dengan nada tinggi, akupun pergi keluar ruangan itu dan meninggalkan Andi.
Aku tau, Andi hanya mengingatkanku, tapikan gak perlu sampai ngehina Fitri!
Setelah selesai melaksanakan kewajibanku pada Tuhan, akupun segera mengendarai motorku untuk pergi pulang ke rumah tercintaku. Sebenarnya, aku masih kesal dengan sikap Andi yang merendahkan Fitri. Namun, aku mencoba untuk melupakan semua itu dan sepertinya aku tak seharusnya memarahinya seperti itu.
Sebelum pulang ke rumah, aku mampir ke tempat penjual martabak langgananku di pinggir jalan. Seperti biasa ku pesan martabak  ayam special favorite adikku Sarah. Pasti dia akan senang bila kubawakan oleh-oleh martabak favoritenya.
Tiba-tiba, ada pembeli lain yang turun dari mobilnya. Pembeli itu mendekat ke tempat penjual martabak dan memesan satu martabak keju special. Aku tak menghiraukan pembeli itu dan tak melihat wajahnya. Aku hanya sibuk dengan layar handphoneku karena Fitri mengirim sms padaku. Namun pembeli itu melangkah ke arahku. Dengan reflek, aku melupakan handphoneku dan melihat ke arah pembeli itu.
Dan ternyata…..
Tepat berdiri dihadapanku sosok putri cantik yang tadi sore membuat nafsuku tergoyah. Ya, ternyata aku bertemu dengan teman Andi yang manis itu, Retha.
“Hello Bay! Kebetulan banget ketemu disini!” Sapanya dengan sangat manis kepadaku.
“Eh Retha, kok kita bisa ketemu lagi ya? Hha” Candaku padanya.
“Entahlah Bay, atau jangan-jangan Re ngikutin ya?” Tuduhku jail padanya.
“Idih GR! Enak aja! Atau jangan-jangan sebaliknya ya? Hha.” Sahutnya yang malah menuduhku.
“Yeh, gak mungkin Re! Aku itu sampai duluan disini! Otomatis kamu dong yang ngikutin aku!” Ledekku dengan tanda kemenangan.
Tiba-tiba seorang penjual martabak langgananku mendekat dan memberikan kantong plastik berisi martabak. Pasti itu pesananku.
“Kang, ini pesanannya!” Kata penjual itu.
“Hatur nuhun Mang.” Jawabku singkat sambil menerima kantong plastik itu.
“Kang, neng anu biasa kamana? Adeuhh, ieu kabogoh anyarnya kang?” Cetus penjual itu dengan nada sundanya sambil melirik ke arah Retha.
Retha hanya tersenyum mendengarnya.
“Sanes atuh Mang, ieu mah rerencangan abdi.” Jelasku pada penjual itu.
“Oh, punten atuh kang hhe. Abdi ngalayanan pembeli heulanya!” Dengan muka tanpa dosa, itu mang martabak pergi kembali dengan kesibukannya menjadi penjual martabak.
Pandangankupun berpaling pada Retha.
“Bade uihnya Kang?” Ledek Retha dengan logat sunda mencontohkan logat penjual martabak tadi.
“Apaan sih Re? So’sunda gituh ngomongnya hha.” Jawabku padanya.
“Wios atuh kang hhe. Udah mau pulang ya Kang?” Tanyanya.
“Sumuhun teteh. Teh, boleh minta nomor hp?” Tanyaku spontan padanya. Entah mengapa fikiran ku tergerak untuk mengetahui nomor hpnya.
Dengan senang hati dan ramah dia menyebutkan 12 digit angka nomor handphonenya. Rasanya aku tak sanggup untuk meninggalkan dia sendiri di penjual martabak ini. Tapi waktu menunjukan pukul 8 malam, aku tak mau Sarah menunggu lama di rumah. Pasti dia sudah menungguku bersama Ibu.
“Teh, pulang duluan ya! Tos wengin, teteh uihna kadenya! Hati-hati.” Salam penutupku padanya.
“Muhun akang, hati-hati akang.” Tuturnya singkat.
Akupun menaiki kembali motor kesayanganku dan segera pergi. Namun sepintas ku lihat gadis manis itu melambaikan tangannya padaku dan menampakan senyum manisnya.
Akupun sampai di depan rumah. Inilah rumahku, sederhana namun penuh cinta kasih. Perlahan ku buka pintu dan kulihat dua orang perempuan yang sangat kucintai. Tak lain adalah Ibu dan adikku Sarah. Sarah sedang asyik menonton tv sedangkan Ibu sedang duduk sibuk menghadap mesih jahit yang menjadi temannya setiap hari.
“Assalamualaikum.” Ucapku memberi salam.
“Abanggg pulangggg. Abang bawa apa?” Sarah langsung menghampiriku dan merebut kantong plastik ditanganku.
“Asikkk martabak. Abang tau aja, kalau Sarah lagi laper hhe.” Dengan semangat dia membuka kantong plastik itu.
“Bay cepat ganti baju lalu makan. Sarah siapin buat makan ya!” Pinta Ibu.
Sarah langsung meluncur kea rah dapur. Aku menghampiri ibu dan memberikan tangan untuk salam pada Ibu. Lalu aku pergi ke kamar dan mengganti bajuku.
Selesai ganti baju, cuci muka, dan sholat Isya, akupun langsung menghampiri Sarah yang sedak asyik makan. Tak lupa juga aku membawa sepiring nasi untuk ikut makan bersama adikku tersayang.
“Bang, sering-sering ya bawa martabak kaya ginih. Sarah bosen kalau tiap hari makan sama telur ceplok terus.” Pintanya sambil mengunyah makanannya yang ada di dalam mulutnya.
“Iya Sarah. Doain Abang aja moga dapet rezeki terus. Udah abisin tuh makanan di mulut. Gak baik makan sambil bicara.” Pintaku padanya.
Dengan sangat manis, iapun melanjutkan makan.
Tiba-tiba handphoneku berdering. Aku males membukanya, pasti itu sms dari Fitri. Ku abaikan saja handphoneku itu yang berada di sampingku. Namun dengan usil, Sarah meraih handphoneku.
“Sms Bang, dari Retha.”  Jelasnya sambil terus menatap layar handphone.

Aku kaget mendengar itu adalah sms dari Retha, aku cepat-cepat meraih handphoneku itu yang sedang dikendalikan oleh Sarah. Akhirnya akupun dapat meraih hpku itu.
“Cieee cieee, pacar baru ya? Kak Fitri dikemanain Bang?” Candanya sambil terbangun dari tempat duduknya.
“Apaan sih? Retha itu temen Abang.” Jelasku pada Sarah.
“Gak usah bohong gituh ah!” Serunya sambil beranjak pergi kea rah Ibu yang sedang menjahit.
“Ibu, Ibu. Abang Bayu punya pacar baru namanya Kak Retha.” Adunya pada Ibu sambil merangkul pundak Ibu dengan manjanya.
“Anak kecil gak usah ikut campur.” Protesku dengan nada kesal.
“Kira-kira Kak Retha cantik gk ya Bu? Atau jangan-jangan lebih baik Kak Fitri! Ibu milih yang mana? Kalau Sarah sih gimana Ibu aja.” Pikirnya dengan menjailiku.
“Ibuuu jangan dengerin ocehannya Sarah!” Dengan kesal, aku langsung masuk kamar dan mengunci kamarku.
“Biarkanlah saja Sarah. Abangmukan sudah besar.” Jawab Ibu.
Hanya itu yang kudengar dari tanggapan Ibu.
Dengan serius, ku tatap layar handphone dan membalas sms dari Retha. Tak lupa ku sms pacarku Fitri agar dia tidak mencemaskanku.
Hari demi hari, aku semakin akrab dengan Retha. Ternyat dia itu anak dari orang tua yang cukup. Namun hidupnya sangat sederhana. Dia hidup bersama Ayahnya saja, sedangkan Ibunya sudah meninggal. Rasanya kami saling melengkapi satu sama lain. Dia gadis yang baik, pintar dan suka sekali bernyanyi. Dia kuliah di pertengahan kotaku dengan kota tetangga. Universitas yang cukul terkenal dan terbilang mahal. Retha mengambil juruan Hubungan Internasional, otomatis dia pasih berbahasa Inggris. Sangat jauh denganku yang hanya masuk universitas dikota kecil ini dengan mengambil jurusan keguruan matematika. Itupun dengan bantun beasiswa walaupun tak 100% dari beasiswa.
Retha semakin sering datang saat aku siaran di kantorku. Dia sering menemaniku siaran dan bahkan jail menelfon di acara siaranku. Kami semakin dekat satu sama lain. Dia semakin menjerumuskanku pada lubang cinta. Apakah aku telah mencintainya? Bagaimana dengan cintaku pada Fitri?
Singkat cerita. Suatu hari selesai siaran, seperti biasa aku dan Andi pasti berbincang-bincang di ruang istirahat.
“Bay, Retha cerita banyak tentang lo ke gue! Dia naksir lo tuh!” Jelas Andi memulai perbincangan.
“Seriusan Di?” Tanyaku kaget dan tak tau harus berkata apa.
“Udah cepetan lo tembak! Cepet-cepet putusin si Fitri! Daripada lo sekarang malah kaya ngasih harapan kosong ke Retha! Kasian juga Fitri kalau lo malah suka ke cewe lain! Jadi daripada nantinya ada masalah atau itu cewek berdua berantem di kantor kita ini sampai jambak-jambak rambut kaya di sinetron, lo mending cepet-cepet ngambil keputusa! Lanjut sama Fitri atau putusin Fitri dan langsung nembak Retha!” Usul Andi dengan serius.
Aku terdiam mendengar ucapan Andi. Ucapan Andi terus-terusan terngiang ditelingaku. Aku bingung harus memilih yang mana. Aku bingung. Sebagai lelaki aku takut, rasaku pada Retha hanyalah sebatas kagum akan sikap dan perilakunya. Namun aku juga takut, apa aku bisa menerima Fitri dengan sifat posesifnya itu. Aku bukan mencari pacar, namun aku mencari calon pendampingku kelak. Aku ingin mencari dari sekarang agar pendampingku nanti mengetahu bagaimana resikoya tinggal denganku yang hanya anak dari tukang jahit. Mungkin aku sedang dilanda dilema yang dahsyat.
Tiba-tiba seseorang datang membuka pintu dan membuyarkan lamunanku. Aku dan Andi langsung memandang ke arah pintu. Ternyata Retha, gadis manis mengenakan sweater biru panjang yang sangat sepadan dengan jeasn biru dongker yang ia pakai, berdiri di depan pintu sambil membawa kardus brownies bermerek Amanda. Dengan senyum dan semangat, ia mendekati kamu berdua.
“Bay, Di, ini gue bawain kalian brownies!” Katanya sambil meyimpan kardus brownies Amanda itu di meja.
“Wah, kayanya enak nih. Bentar ya, gue mau ke wc dulu kebelet.” Jawah Andi dan langsung bergegas pergi meninggalkan kami.
Sepertinya Andi berbohong. Mungkin dia memberikan waktu padaku untuk memikirkan ucapannya tadi dan memberiku kesempatan dekat dengan Retha.
“Tumben si Andi! Biasanya dia yang paling rakus kalau soal makanan!” Ucap Retha dengan curiga.
“Mungkin dia emang udah kebelet Re hha.” Jelasku pada Retha.
“Yaudah, Bayu yang nyobain brownies ini pertama ya! Biar Retha potongin.” Tawarnya dengan senyuman manisnya.
Aku mengangguk menandakan ia.
Dengan lembut dan manis, perlahan Retha memotong brownies itu menggunakan pisau yang telah ia sediakan.
Aku hanya tersenyum memandang gadis itu.
Tiba-tiba aku terkejut melihat Fitri berada di depan pintu. Entah apa yang ada difikiranku, 2 cewek yang terus-terusan hadir dalam fikiranku saling bertemu. Aku bingung harus berbuat apa, apa aku harus mengenalkan Fitri pada Retha dan mengakui bahwa dia adalah pacarku, atau apa?
Fitri langsung memandangku dengan penuh curiga. Aku terbujur kaku dikelilingin dua gadis ini.
“Bayu.” Sapa Fitri dengan datar.
“Eh, Fit, kok gak bilang dulu mau kesini?” Tanyaku sambil menutupi rasa cemasku.
“Aku udah telfon kamu, tapi gak di angkat terus.” Jawab Fitri dengan kesal.
“Maaf Fit, gak ke denger ada telfon dari kamu.” Jelasku padanya.
Kulihat wajah Retha yang bertanya-tanya siapa sebenarnya cewek yang sedang berbincang denganku.
“Anak baru ya? Atau penyiar baru?” Tanya Fitri pada Retha.
Dengan cepat aku langsung menjawabnya, karena aku takut Retha salah jawab.
“Ini Retha Fit, temennya si Andi.” Terangku pada Fitri.
“Retha.” Sapa Retha sambil tersenyum dan mengulurkan tangan pada Fitri.
“Fitri, aku pacarnya Bayu.” Terang Fitri sambil menjabat tangan Retha.
Retha langsung melepaskan tangannya, dan menghilangkan senyum manisnya itu. Aku langsung panik seketika melihat perubahan wajah pada Retha. Aku hanya terdiam dan tak tau harus berbuat apa, ya mungkin ini namanya dilema.
Tepat pada waktunya, Andi sang pahlawanku datang.
“Eh, ada Fitri…. Tha, gua mau ngomong sama lo, ayo ikut gue.”  Paksa Andi sambil langsung menarik tangan Retha.
Pasti Andi mengerti apa yang sedang aku rasakan.
Retha dan Andipun meninggalkan aku dan Fitri di ruangan itu.
“Deket ya sama cewek itu? Selingkuhan? Jelek gituh juga di deketin!!” Sinis Fitri kepadaku.
“Emangnya aku ada tampang muka selingkuh ya Fit? Hhe dia cuma temen aja kok gak lebih.” Jelasku padanya.
“Enggak sih, tapi akhir-akhir ini kamu aneh, jadi sering semangat kerja daripada ketemuan sama aku.” Sahutnya dengan cemberut.
“Maaf maaf Fit. Aku Cuma ingin konsen nyari uang, biar bisa bayar kuliah Fit. Maaf kalau aku akhir-akhir ini jadi nyuekin kamu Fit.” Jawabku padanya dengan datar.
“Iya iya. Eh, besok nonton yuk ke bioskop! Ada film baru! Nanti jemput ya jam 9 ke rumah!” Katanya dengan senang.
“Hah jam 9? Besokan ada jadwal kuliah Fit. Mending kuliah aja, nontonkan bisa kapan aja kalau lagi waktu libur.” Jawabku dengan malas.
“Tuhkan pasti gak mau nurutin! Aku tuh males kuliah! Mending jalan-jalan sama kamu aja!” Tegasnya dengan nada tinggi.
Inilah yang tidak aku suka padanya, sifatnya yang lebih mementingkan hal yang tidak perlu dibandingkan dengan kuliahnya.
“Kalau emang mau nonton, nonton aja sendiri. Aku mau diem di rumah aja, lagian besok sorekan harus siaran lagi.” Kataku dengan nada datar.
“Yaudah kalau gituh besok jam 9 aku ke rumah kamu aja ya! Kangen, udah lama enggak ketemu.” Katanya sambil menggenggam tanganku.
“Astagfirulloh Fit. Kuliah kamu lebih penting, jangan kaya anak kecil. Toh nyatanya aku juga gak akan kemana-mana Fit. Aku Cuma akan ngebantuin Ibu di rumah.” Terangku padanya.
“Iya iya deh sayang.” Jawabnya dengan sedikit kesal.
Sekitar pukul 7 malam, ku antarkan pacarku itu pulang ke rumahnya. Namun setelah mengantarkannya pulang, aku kembali ke tempat kerjaku untuk berbincang-bincang kembali bersama Andi dan Retha. Aku harap mereka belum pulang. Dugaanku benar mereka sedang duduk di lobi sambil menikmati teh hangat.
“Kayanya enak nih minum teh malem-malem ginih.” Ledekku mengawali pembicaraan.
“Eh, Bay, sini gabung!” Ajak Retha dengan kembali memasangkan senyum termanisnya.
Akupun langsung duduk di samping Andi.
“Bay, besok lo gak ada jadwal kuliahkan? Gimana kalau lo nemenin gue dating ke kuliahannya Retha buat liat dia lomba pidato bahasa inggris!” Ajak Andi sambil mengedipkan mata padaku.
“Tapi, besok ada jadwal siaran Di.” Terangku singkat.
“Itu urusan gampang, nanti gue bilang ke penyiar lain buat ngeganti lo! Maukan Bay?” Tanya Andi dengan penuh harap.
“Oke, gue ikut deh.” Jawabku sambil tersenyum.
“Asik dong, kalau Bayu ikut.” Sahut Retha sambil tersenyum.
“Dan pastinya Retha jadi semangat kalau Bayu nonton lo pidato! Hha.” Canda Andi.
“Idih, nanti pacarnya Bayu marah lagi. Hhe.” Tuding Retha dengan candanya.
“Tapi kayanya, Bayu rela mutusin pacarnya demi lo deh Tha!” Ucap Andi dengan begituh yakin sambil melirik ke arahku.
Aku hanya terdiam dan mengatakan setuju di dalam hati hhe.
“Yeh Andi mah becandanya gak seru ah!” Jawab Retha dengan logat sundanya.
“Percaya sama gue Tha, iyakan Bay?” Tanya Andi sambil memberikan kode bahwa aku harus menyetujui pendapatnya itu.
“Emmm, iya Re.” Jawabku singkat sambil tersenyum ke arah gadis itu.
Seketika Retha langsung berubah wajahnya. Entah apa yang sedang difikirkan oleh gadis manis itu.
Perbincangan kamipun berakhir karna waktu sudah menunjukan setengah sembilan malam. Rasanya aku tak sabar melihat Retha dan mendukung Retha dalam acara lomba pidato bahasa inggris di kampusnya itu.
Esok hari, aku dijempu Andi dengan kijang jadulnya dan langsung menuju kampus Retha. 1 jam setengah menuju kampus Retha yang cukup elit itu. Kampus itu terletak di perbatasan kota kecil kami dengan kota tetangga yang besar itu. Aku dan Andipun sampai di kampus Retha. Kami memasuki aula yang cukup besar dan duduk di jajaran bangku sekitar ke sepuluh dari depan. Sangat meriah sekali acara itu. Dan waktu yang aku tunggu-tunggu, dipanggilah seorang gadis bernama ARRETHA PUTRI ke atas panggung. Dengan cantiknya, terlihat bagaikan seorang bidadari tercantik di dalam surge. Dengan dressnya yang sederhana namun elegant berwarna ungu, serta rambutnya yang cantik seperti ala orang-orang Bali dan make upnya yang tidak terlalu menor namun sangat cocok dengan kulit putihnya.
Putri cantik itupun memulai pidatonya, bahasa inggrisnya yang sangat fasih dengan gaya bicara yang sangat memukai. Pantas saja dia diterima di jurusan Hubungan Internasional dikarenakan bahasa inggrisnya yang sangat lancar. Tema pidatonya itu adalah tentang perjuangan seorang ibu. Sepertinya tema ini sangat dapat menarik perhatian para juri, terlihat dari raut muka mereka yang tidak memalingkan sekedip mata mereka dari pandangan gadis itu.
Dengan akhiran mengucapkan salam, seketika semua hening dan tetap memandang ke arah Retha. Kulihat Retha kebingungan karena tak ada penonton yang memberikan respond dan terus memandang ke arahnya. Namun di sisi lain ku lihat beberapa orang yang menitikan air mata mendengar pidato dari Retha. Mungkin mereka terhanyut mendengarkan pidato Retha. Aku bukannya tidak terhanyut dengan pidato Retha, ya namun ada kata-kata aneh yang terdengar ditelingaku. Hanya beberapa kosa kata yang dapat ku mengerti. Wajar saja aku bukan ahli bahasa inggris hhe. Namun ku melihat pancaran mata gadis itu yang sangat terlihat tulus dan benar-benar berpidato dari dalam lubuk hatinya.
Dengan perlahan, tubuhkun terbangun dari dudukku. Dan aku langsung menepukan kedua tanganku dengan lembut namun terdengar sangat keras di dalam geudung yang sedang hening ini. aku orang pertama yang memberikan tepukan padanya. Semua orang yang ada di ruangan itu menoleh ke arahku dan menatapku tajam. Namun seketikua, semua orang yang menatapku itu langsung mengikutiku berdiri dan langsung memberikan tepukan meriah. Sangat meriah dengan sorakan anak-anak kampus itu. Kulihat Retha tersenyum tidak percaya melihat semuanya bertepuk tangan untuk dirinya bahkan ke tiga juri yang berada paling depanpun ikut berdiri dan menepukan tangan mereka.
Singkat cerita, Retha mendapatkan juara pertama. Gadis itu menjadi yang terbaik di antara mahasiswa-mahasiwa lainnya. Aku sangat salut padanya.
Setelah selesai lomba, aku dikenal pada Ayah Retha.
“Yah, ini Bayu!” Kata Retha dengan manis.
“Oh ini Bayu yang suka kamu certain itu.” Jawan ayah Retha dengan sangat baik.
“Ayah ihh.” Jawab Retha dengan tersipu malu.
“Kata Retha, Bayu anak yang baik, sholeh, pinter matematikanya, mandiri dan dewasa. Retha banyak cerita tentang kamu mulai dari awal bertemu sampai kamu mau ikut nonton lombanya Retha hha.” Terang ayah Retha menceritakan.
Retha hanya diam malu. Aku hanya tersenyum sambil tak percaya dalam hati. Ternyata Retha begitu sangat respond kepadaku.
“Saya biasa aja Pak. Itu mah Rethanya terlalu meleih-lebihkan saja hhe.” Kataku mengelak.
Singkat ceritanya, besoknya aku memutuskan untuk putus dengan Fitri! Aku menelfon dia, dan meminta putus dengannya. Sepertinya Fitri marah padaku, tapi entah kenapa aku tak memperdulikan itu. Aku hanya ingin fokus mendekati Retha.
Beberapa bulan kamipun dekat, entah apa hubungan kami. Aku belum menyatakan cinta padanya namun dia sudah mengerti bahwa aku menyukainya. Kami sudah mengenal satu sama lain. Retha jadi sering datang ke rumahku untuk sekedar menemaniku mengurus Sarah atau bahkan Retha suka manja pengen diajarin menjahit oleh Ibu. Ibu sangat setuju kedekatanku dengan Retha, namun Ibu hanya khawatir karena Retha berasal dari keluarga berkecukupan. Namun ibu sangat dekat dengan Retha, mungkin Retha merasakan kasih sayang seorang ibu karna sewaktu ia lahir ibu kandungnya meninggalkan. Ibu sering mengajarkan Retha menjahit, masak, meyulam dan hal-hal lain sebagai seorang perempuan. Begitupun denganku yang mulai dekat dengan Ayah Retha. Akupun merasakan kasih sayang seorang Ayah. Beruntung sekali Retha mempunya Ayah sebaik ini.  Ayah Retha kadang-kadang mengajakku makan malam di rumahnya, memancing, piknik bersama Retha dan Ayahnya dan bahkan Ayahnya mengajarkanku tentang berbisnis. Ayahnya sangat memperlakukanku bagaikan seorang anak laki-lakinya. Dan entah karena kebetula atau memang berjodoh, Ayah Retha bernama Bambang, sama seperti nama Ayahku yang sudah tidak ada.
Suatu hari, Ibu memberikan sebuah dress yang Ibu jahit sendiri. Retha sangat senang dengan dress itu. Bahkan Ayah Retha juga sangat kagum dengan hasil dress itu. Akhirnya, Ayah Retha mengusulkan untuk bekerjasama membuat sebuah toko baju bersama Ibu.
Saat siang hari, Retha dan Ayahnya datang ke rumahku. Ku jamah mereka dengan sangat ramah.
“Bay, Ibu mana? Aku sudah tak sabar mengenalkan Ayah dengan Ibumu yang sangat pandai membuat baju.” Tanya Retha dengan sangat semangat.
“Ada di dalam Re lagi masak di dapur.” Jawabku tersenyum.
“Bisakah kamu panggilkan Ibumu Bay? Maaf sekali Bapa hanya ada waktu selama jam kantor istirahat.” Sahut Ayah Retha.
“Baik Pak. Akan saya panggilkan.” Jawabku.
Aku mengerti dan tahu pasti Ayah Retha sangat sibuk.
Akupun berjalan menuju arah dapur.
“Ibu, ada Ayahnya Retha dan Retha ingin bertemu ibu di depan.” Kataku pada Ibu.
“Kok mendadak Bay? Kan malu kita tidak punya apa-apa.” Jawab Ibu kaget.
“Bayu juga baru tau tadi pagi bu. Ayolah bu temui dulu Ayah Retha, kasihan beliau menyempatkan waktu istirahat kantornya ke rumah kita.” Jelasku pada Ibu sambil memohon.
“Iya Bayu.” Jawab Ibu singkat.
Aku dan Ibupun berjalan menuju ruang tamu. Ibu sambil memegang nampan yang diatasnya ada 2 cangkir teh panas. Dengan sangat semangat dan deg-degan aku berjalan dan tiba di ruang tamu.
Namun, apa yang terjadi?
Saat Ibu dan Ayah Retha bertatapan, semua kesengan itu berubah. Ibu menjatuhkan nampan dan seketika cangkit itu pecah ke lantai.
Apa yang terjadi pada Ibu? Apa Ibu tidak suka pada Ayah Retha? Atau apa? Aku dan Retha hanya saling bertatapan dan bertanya-tanya dalam hati.
“Ibu kenapa?” Tanya Retha cemas dan langsung memungut pecahan cangkir yang di bawah. Akupun membantu Retha.
“Retha, ayo cepat kita pulang!” Paksa Ayah Retha langsung menarik bahkan menggusur Retha.
“Ayah kenapa? Lepasih Yah!” Tanya Retha heran sambil berusah melepaskan cengkraman tangan Ayahnya.
“Kamu tidak boleh berhubungan dengan dia lagi!” Sambil menunjuk ke arahku dengan kasar.
Aku tak mengerti dengan maksud Ayah Retha, aku langsung berdiri dengan muka datar dan tak mengerti apa-apa. Namun kulihat Ibu menangis, dan aku langsung merangkul bahunya hangat. Apa yang terjadi? Baru kali ini Ayah Retha memperlakukanku kasar. Apa aku begituh, kotor, rendah atau tak pantas di matanya?
“Maksud Ayah apa? Retha gak ngerti Yah.” Jawab Retha dengan isak tangisnya.
“Cinta kalian terlarang, kalian tidak boleh bersatu!”  Dengan tegas Ayah Retha berkata itu padaku.
Tiba-tiba aku teringat akan sesuatu. Apa dia? Dia? Bapak Bambang Ayahku? Apa dia Ayahku yang selama aku rindukan? Apa maksudnya beliau berkata cintaku pada Retha itu terlarang? Apa kami, apakah kami kakak adik namun berbeda Ibu satu Bapak? TIDAK! INI TIDAK MUNGKIN TERJADI! Emosiku membuat imajinasiku terlalu tinggi dan tidak masuk akal. Namun, mengapa Ibu mengangis?
Dengan spontan ku berlari menuju Ayah Retha yang menggusur Retha menuju mobilnya. Aku tunduk dibawah kakinya, dibawah lututnya.
“Bapak, tolong jelaskan kepadaku apa arti dari perkataan Bapak? Apa Bapak, ayah saya yang salama ini sayan nantikan?” Tanyaku di bawahnya kakinya sambil menahan tangisku.
“Kau bukan anakku!” Teriak Beliau yang sangat terngiang di telingaku.
Dengan lemas mendengar kata-kata itu, aku melepaskan tangannku yang memegangi kedua kakinya. Kubiarkan Beliau menyeret seorang gadis yang sangat ku cintai.
Apa yang terjadi Tuhan? Aku tak mengerti semua ini! apa salahku? Dan apa dosa Retha atau dosa diriku sehingga terjadi hal seperti ini! Aku tak tahu harus berbuat apa. Ku melihat Retha, menangis dan dipaksa masuk ke dalam mobil. Sesekali Retha berteriak memanggil namaku sekuat tenaga dengan isak tangisnya. Mobil itupun perlahan menghilang dari depan halaman rumah, dan aku hanya terpaku lunglai tanpa tenaga di ambang pintu.
Tiba-tiba Ibu memelukku dengan hangat. Dengan bodohnya sebagai lelaki aku menangis dihadapan dan dipelukan ibuku.
“Bayu, apakah kau sangat mencintai gadis itu?” Tanya Ibu dengan pelan.
“Iya Bu, Bayu sangat mencintai Retha. Namun sepertinya tak mungkin kalau Retha itu saudara Bayu. Dan tak mungkin Bu, Bayu mencintai adik Bayu sendiri!” Tegasku dengan isak tangis yang terus terdengar.
“Kalau kamu memang mencintai gadis itu. Kejarlah Bay! Dia bukan saudaramu!” Terang Ibu.
Aku langsung melepaskan pelukan Ibu dan tersentak kaget mendengarnya.
“Maksud Ibu?” Tanyaku dengan penuh tanda tanya.
“Beginih ceritanya. Sewaktu ibu hamil, Bapak Bambang sangat mendambakan anak perempuan. Tapi setelah di USG janinnya adalah seorang anak laki-laki. Beliau langsung meninggalkan ibu, dan Ibu kaget dan sampai-sampai Ibu mengalami keguguran. Setelah mengetahui Beliau telah menikah dengan perempuan lain dan akan mendapatkan seorang anak perempuan, Ibu menjadi kesal dan semakin depresi. Saat itu, Ibu pernah bertemu dengan istri Beliau yang tidak lain adalah Ibunya Retha, dia mencaci maki Ibu di depan umum. Dia tidak mengetahui Ibu keguguran, dia sangka Ibu melahirkan seorang anak laki-laki dengan selamat. Dia merendahkan Ibu, dan dia berkata Ibu tak akan pernah bisa membiyayai kehidupan anak Ibu. Ibu sangat sakit hati dan maka dari itu, Ibu megadopsimu di panti asuhan. Ibu mengakui bahwa kau adalah anak ibu dan Bapak Bambang. Dan Ibu akan membuktikan pada Ibu Retha bahwa Ibu dapat membiyayai kau sampai kau sukses. Tapi ternyata Ibu Retha meninggal saat melahirkan Retha. Itulah ceritanya Bay! Kau  bukan anak Ibu ataupu anak Bapak Bambang!” Terang Ibu panjang lebar sambil mengusap-usap kepalaku.
Jantungku hamper copot mendengar cerita Ibu! Aku bersyukur berarti aku tidak sedarah dengan Retha, namun disisi lain aku begituh sedih ternyata aku bukan anak kandung siapa-siapa. Aku hanya anak panti asuhan yang tidak tahu siapa ibuku ataupun ayahku.
“Ibu, maukah Kau selalu menjadi Ibu kandungku?” Tanyaku sambil meneteskan air mata.
“Iya Bayu. Kau sudah Ibu anggap sebagai anak kandung. Ibu akan membuat kau sukses dan akan membantu kau melamar gadis yang akan mendampingimu kelak.” Jelas Ibu sambil menatap mataku dalam.
“Terima kasih Ibu. Bisakah kita sekarang untuk datang melamar gadis pujaanku bu?” Tanyaku pelan dan ragu.
Ibu mengangguk dan kembali memelukku.
Aku dan Ibupun sampai di depan rumah Retha, dengan perlahan kami mengetuk pintu rumah minimalis itu. Keluarlah seorang pembantu yaitu Ibu Surti. Ibu Surti langsung mengusirku dengan Ibu karena disuruh oleh Ayah Retha. Namun aku tetap memaksa untuk ingin bertemu dan menjelaskan semuanya. Aku terus-terusan berteriak seperti orang yang tidak punya sopan santun bertemu.
“Retha, ini Bayu! Retha keluar! Rethaaa Rethaaaaa!” Teriakku terus-terusan dan mencoba untuk masuk walau di halangin Ibu Surti.
Tiba-tiba ku lihat Retha berlari dari arah kamarnya sambil menangis dan menuju ke arahku. Dia langsung memelukku erat. Sangat erat.
“Bayu, Retha takut. Retha sayang sama Bayu!” Ucap gadis manis itu sambil menangis.
Tapi, Ayah Retha datang dan langsung melepaskan pelukan Retha padaku.
“Retha, cepat masuk kamar! Dan kalian angkat kaki dari rumah saya!” Tegas Ayah Retha denga nada sentaknya.
“Tapi Ayah!” Sahut Retha sambil terus-terusan mengeluarkan air mata.
“Bapak Bambang sayang ingin menjelaskan semuanya!” Ucap Ibu.
“Tak ada yang perlu di jelaskan! Cepat pergi dari rumah saya!” Teriakan Ayah Retha semakin menggelegar.
Tiba-tiba Retha langsung berlutut di depan Ayahnya.
“Yah, Retha mohon! Dengarkan penjelasan Ibu Bayu! Retha sangat mencintai Bayu Yah! Retha ingin bersama Bayu Yah! Retha mohon Yah!” Pinta seorang anak pada Ayahnya di bawah kakinya dengan sangat tulus dan dengan isak tangis yang menyentuh hati.
Seketika, Ayah Retha terdiam dan takluk akan kata-kata dan perlakuan anak perempuan kesayangannya.
Ibu dengan perlahan menceritakan semuanya dan akhirnyaaaaa……..
“Retha bangunlah!” Pinta sang Ayah sambil membangunkan anaknya.
Rethapun berdiri di hadapan Ayahnya.
“Kau boleh bersatu dengan Bayu karna ternyata Bayu bukan saudaramu. Ayah hanya takut kalian satu darah!” Ucap Ayah Retha.
Retha langsung tersenyum dan menatapku dalam. Dia langsung menghampiriku dan memelukku dengan sangat erat.
Dan pada akhirnya, setelah kami lulus kuliah, Retha ditugaskan bekerja di Singapura. Dan akupun ikut ke Singapura serta aku mengajar di sekolah Singapura namun terdiri dari anak-anak Indonesia, yaitu di SIS. Kamipun memutuskan untuk menikah dan tinggal di Singapura bersama Ibu dan Sarah. Sesekali kami berlibur menemui Ayah Retha dan terkadang Ayah Retha yang datang ke Singapura.

Komentar

  1. Segala tentang rasa
    Segala sesuatu mengenai hati
    Melangkah atau berlari sekalipun
    Apapun itu
    CINTA
    Mengingatnya
    Selalu ada desiran dalam jiwa
    Dari bagian terdalam hatiku
    Masih hingga kini
    Rasa yg sama seperti sepuluh tahun lalu
    Cinta bagiku
    Pengorbanan
    Segala perihnya
    Segala sakitnya
    Semua sesal
    Semua air mata
    Setiap helaan nafas


    Jiwaku mengapa engkau resah di dalam diriku

    BalasHapus
  2. Terimakasih telah berkunjung di blog saya yaa :) selamat membaca, semoga bermanfaat :)

    BalasHapus
  3. kami dari poker online yang sudah sangat terpercaya sinidomino.net
    mau menawarkan anda untuk bermain
    mencoba keberuntungan main poker di sinidomino.net

    SINIDOMINO.net Adalah Situs Poker Online Yang Menjamin Permainan 100% Tanpa Robot

    Buat Anda yang hobi bermain Poker Online
    Kini Telah Hadir Poker terbaik yang pernah ada yaitu SINIDOMINO.

    www.SINIDOMINO.net memberi Promo menarik bagi pecinta permainan kartu online :
    * Minimal DEPOSIT dan Withdraw Hanya RP. 20.000.-
    * Jackpot Hingga Jutaan Rupiah Setiap Harinya
    * Cashback Mingguan 0.5%
    * Bonus Refferal 20%

    Dan kami juga menjamin keamanan proses transaksi anda

    Untuk Info Lebih Lanjut Bisa Hubungi Customer Service Kami di :
    LiveSupport 24 jam (NONSTOP)
    ? LiveChat : goo.gl/hz1eC3
    ? Pin BBM : D61E3506
    Terima Kasih
    htt
    dewa poker

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Info Kuliner Tasikmalaya: Tutug Oncom (TO) Benhil Rajanya TO Tasikmalaya

Nasi TO Benhil Tasikmalaya di Jalan Dadaha dengan harga Rp. 7.000,- dengan 2 gorengan. (20 Oktober 2017. Sumber Foto: FajKus) Tutug Oncom atau yang lebih dikenal TO menjadi ciri khas kuliner sunda. Bagi kalian pecinta kuliner sunda, pasti sudah tidak asing lagi dengan TO. Di kota Santri Tasikmalaya, dapat dengan mudah menemukan warung nasi TO. Berbagai sajian dengan citra rasa yang berbeda-beda pada setiap warung nasi TO di Tasikmalaya. TO menjadi salah satu pilihan santapan sarapan, makan siang bahkan makan malam. Selain harganya yang bersahabat, campuran nasi dengan oncom menjadi salah satu alternative apabila merasa bosan mengkonsumsi nasi putih. Tak lengkap jika nasi TO tidak dipadukan dengan sambal. Setiap warung nasi TO, memiliki khas dari sambalnya. Ada yang memakai sambal terasi, sambal ijo sampai sambal tomat. Gorengan juga menjadi salah satu pelengkap menyantap TO, tentunya dengan gorengan (bala-bala, gehu, tempe terigu) yang masih hangat. Persaingan usaha n

Review Singkat: Kuliah di Jurusan Manajemen Universitas Siliwangi

Hai selamat pagi/siang/sore untuk semua pembaca dimanapun kalian berada. Kali ini siska mau berbagi cerita atau lebih tepatnya infromasi tentang kuliah di Jurusan Manajemen Universitas Siliwangi. Sekadar pengenalan dulu ya, saya Siska mahasiswa jurusan Manajemen Universitas Siliwangi semester 8 (tingkat akhir yang sedang berjuang dengan skripsi) yang punya hobi nulis. So daripada blog pribadi ini hanya berisi puisi-puisi receh dan so puitis wkwk lebih baik dimanfaatkan dengan konten yang lebih berfaedah.  Sebelumnya gak pernah sedikiptun terpikir buat mengaktifkan kembali blog ini. Niat awal pas buat blog ini, murni cuma buat iseng-iseng aja yang berakhir dengan puisi-puisi galau dan beberap konten lainnya. Blog ini sempat ramai dan aktif pada masanya saja wkwk. Dan pas mulai mau masuk kuliah, blog ini tidak terawat karena konsen ngurus website pers kampus. Jadi ya begitulah wkwk.  Review singkat ini sebenarnya berawal dari tulisanku di intipjurusan atau bisa dicek di link h

Puisi: Sekarat

Aku kembali tak berbentuk Saat keadaan meminta kupeluk Aku kembali terpuruk Saat kebahagiaan enggan masuk Siang seperti malam Malam seperti siang Hanya gelap yang menyelimuti Hanya sepi teman sejati Atas album lalu yang selalu dibuka, tanpa menghiraukan aku di depan mata Atas pandangan yang selalu mengadah ke langit, tanpa mau menapaki bumi Atas segala egoisitas, tanpa mau memahami perasaan orang lain Atas segala intonasi keras, tanpa peduli ada sayatan pada selaput hati orang lain Aku dan kamu seolah selamat Padahal aku sedang sekarat Aku (tidak) baik-baik saja Tapi aku harus baik-baik saja. Tasikmalaya, 20 September 2018 -Gadis Pendosa Ulung