Sore itu kami berempat mendiskusikan hal yang serupa. Mencari kunci utama untuk menghantam batu yang menghalangi langkah kami.
Seperti hari-hari sebelumnya, aku selalu menjadi berbeda diantara mereka. Kartini diantara mereka. Namun itu sama sekali tak membuatku minder atau tak betah. Bagiku sama saja. Disini, diruang sempit yang menjadi tempat menetasnya karya-karya luar biasa yang dapat mengubah dunia.
Seperti hari-hari sebelumnya, aku selalu menjadi berbeda diantara mereka. Kartini diantara mereka. Namun itu sama sekali tak membuatku minder atau tak betah. Bagiku sama saja. Disini, diruang sempit yang menjadi tempat menetasnya karya-karya luar biasa yang dapat mengubah dunia.
Salah satu dari kami, sebut saja Aher sang layouter handal tak ada dua. Celetuk memberi pernyataan. "Apa jadinya Univ ini tanpa teknik elektro? Pareum! Poek!" ucapnya dengan suara khas sundanya yang kental.
Senior tak mau kalah. Kakak yang selalu menjadi panutan kami menambahkan, "Apa jadinya univ ini tanpa teknik sipil? Rubuh!" ucapnya penuh kebanggaan.
Senior tak mau kalah. Kakak yang selalu menjadi panutan kami menambahkan, "Apa jadinya univ ini tanpa teknik sipil? Rubuh!" ucapnya penuh kebanggaan.
Begitupula dengan senior satu lagi yang sempat menjabat ketua umum periode tahun sebelumnya. "Apa jadinya univ ini tanpa Matematika? Hancur perhitungan keuangan dan anggaran lembaga!" ucapnya lantang.
Kini, tinggal aku yang belum bersuara. Namun bukan terbesit suatu pemikiran untuk membanggakan jurusan atau ilmu yang sedang diperdalam. Bukan berarti tak cinta apalagi bangga. Jelas bangga dan memang patut diberi acung jempol. Jurusanku bukan sekedar ilmu, tapi juga seni.
Ada hal yang lebih penting. Jika kita terus mengagulkan jurusan masing-masing, tak akan ada akhirnya. Semua jurusan saling terikat satu sama lain. Mempunyai keunggulan masing-masing. Memiliki TUPOKSI yang berbeda. Ada perekat untuk semua jurusan. Bahkan perekat seluruh ormawa dengan mahasiswa.
"Apa jadinya Universitas ini tanpa Pers Mahasiswa?" Tanyaku menatap ke arah langit-langit ruang sempit ini yang semakin hari semakin meredup.
Namun saya akan tetap bercahaya meski keadaan bahkan oknum-oknum meredupkan.
Kini, tinggal aku yang belum bersuara. Namun bukan terbesit suatu pemikiran untuk membanggakan jurusan atau ilmu yang sedang diperdalam. Bukan berarti tak cinta apalagi bangga. Jelas bangga dan memang patut diberi acung jempol. Jurusanku bukan sekedar ilmu, tapi juga seni.
Ada hal yang lebih penting. Jika kita terus mengagulkan jurusan masing-masing, tak akan ada akhirnya. Semua jurusan saling terikat satu sama lain. Mempunyai keunggulan masing-masing. Memiliki TUPOKSI yang berbeda. Ada perekat untuk semua jurusan. Bahkan perekat seluruh ormawa dengan mahasiswa.
"Apa jadinya Universitas ini tanpa Pers Mahasiswa?" Tanyaku menatap ke arah langit-langit ruang sempit ini yang semakin hari semakin meredup.
Namun saya akan tetap bercahaya meski keadaan bahkan oknum-oknum meredupkan.
FajKus
bagaikan sayur tanpa garam ya,, kalo universitas tak ada pers nya.. hehe sip lah lanjutkan cita citamu
BalasHapusTerimakasih pak telah berkunjung di blog saya. Ya itu analogi yang tepat jika universitas tanpa pers mahasiswa hhe. Amin, terimakasih pak semoga saya dan mahasiswa lainnya mampu mewujudkan cita-cita kami dan cita-cita bangsa.
BalasHapus